Surat pendek saat RAKAAT PERTAMA shalat ‘ied : QS. Al Baqarah ayat 1-7
(1
الم )
(2
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ )
(3
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ)
(4
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ)
(5
أُولَٰئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ)
(6
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ)
(7
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ)
Surat pendek saat RAKAAT KEDUA shalat ‘ied : QS. Al Baqarah ayat 256-257
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (256)
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (257)
•KHOTBAH IED FITRI•
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
wa lillahil hamd
Insya Allah kita golongan orang orang yang mendapatkan ampunan dari Allah SWT, mendapatkan cinta kasih Allah SWT, mendapatkan keberkahan disepanjang kehidupan kita, amin ya robbal ‘alamin.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
wa lillahil hamd
Yang perlu kita pahami, renungkan dan intropeksi kembali ke dalam diri kita masing masing ialah tentang fitrah Allah SWT yang ada pada diri kita yaitu fitrah kita sebagai hamba Allah SWT khalifah fil ‘ard dan sekaligus menganut agama tauhid karena fitrah manusia ialah beragama tauhid. Beragama tauhid berarti orang tersebut tentunya menghadap hanya kepada Allah SWT. Ini tercermin di dalam firman-Nya yang mengatakan :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Pengertian hadapkan kepada Allah SWT ialah hadapkan diri kita yang berarti menghadapkan akal pikiran kita, menghadapkan 7 anggota sujud kita, menghadapkan jiwa kita, menghadapkan ruh kita, hati kita secara utuh wujud diri kita menghadap hanya kepada Allah SWT. Fitrah Allah SWT sudah ada pada manusia dan tidak akan ada perubahan pada fitrah Allah SWT itu bahwa kita adalah orang yang beragama tauhid yang berarti harus terus memandang hanya kepada Allah SWT. Tidak ada sesuatu selain Allah SWT. Karena memang hanya Allah SWT tempat bergantung (Allahu somad), Allahu Ahad (Allah yang Esa, semua tidak ada kecuali Allah SWT). Kalimat ini yang kita tekankan ke dalam diri kita yaitu “Laa ilaha Illallah” (Tidak ada tuhan selain Allah SWT) yang berarti tidak ada yang aku cintai kecuali Allah SWT, tidak ada yang aku pandang kecuali Allah SWT, tidak ada yang aku lihat kecuali Allah SWT, tidak ada perbuatan kecuali (perbuatan) Allah SWT, tidak ada nama kecuali (nama) Allah SWT, tidak ada sifat kecuali (sifat) Allah SWT, tidak ada zat kecuali (zat) Allah SWT, tidak ada wujud kecuali Allah SWT. Siapa saja yang menganggap ada sesuatu selain Allah SWT maka musyrik atau syirik hukumnya walau orang orang musyrik tidak suka mendengar apa yang Kami jelaskan ini, karena memang hakekatnya Tidak ada dan ini yang harus masuk ke dalam diri kita fitrah yang sesungguhnya bahwa tidak ada perubahan apapun.
Satu hal yang penting bahwa kita semua diturunkan ke muka bumi ini ialah kita diturunkan menjadi khalifah fil ‘ard ini secara lahiriah tetapi hakekatnya kita diturunkan ke dunia ini karena Allah SWT sangat suka untuk dikenal. Allah SWT suka, senang, cinta untuk dikenal maka Allah SWT ciptakan mahluk, itulah firman Allah SWT dalam hadits qudsi :
كُنْتُ كَنْزًا مُخْفِيًّا فَأَحْبَبْتُ اَنْ اُعْرِفَ فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ فَبِي يَعْرِفُنِي
Maka hakekatnya orang yang beragama wajib mengenal Allah SWT dan siapapun yang tidak mengenal Allah SWT berarti belum beragama. Itulah hakekatnya dan inilah fitrah manusia. Oleh karenanya tugas manusia di muka bumi ialah satu yaitu mengenal yang menciptakan. Jika ada manusia yang belum mengenal siapa yang menciptakannya dan apabila ia mati maka matinya jahiliyah sama seperti matinya binatang. Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah SWT :
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Kebanyakan Neraka jahanam isinya dari bangsa jin dan manusia yang diberikan oleh Allah SWT pendengaran, penglihatan dan akal namun tidak bersyukur. Bersyukur disini bukan sekedar alhamdulillah, namun ia mengenal fitrahnya manusia untuk mengenal tuhannya. Oleh karenanya dalam ayat berikutnya dalam surat lain menjelaskan kebanyakan yang berada di dalam neraka itu ialah mereka yang berikan hati/akal pikiran namun tidak berfungsi dimana yang seharusnya ia memahmi dan mengenal semua yang ada, menerima ilmu dari Allah SWT. Oleh karenanya apabila pernyataan hadits :
“awaluddin ma’rifatullah”
awal mula orang beragama ialah mengenal tuhannya.
Jika tidak mengenal tuhannya maka tidak beragama. Bahkan dalam kitab kitab lain menjelaskan “tidak sah ibadah seseorang yang tidak mengenal siapa yang disembah”.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
wa lillahil hamd
Jadi, siapapun yang diberikan hati/akal pikiran tidak berfungsi, yang diberi penglihatan namun tidak melihat hakekat penglihatan itu sendiri, tidak melihat kebesaran Allah SWT, tidak melihat hakekat wujud, tidak melihat hakekat perbuatan, nama , sifat, zat Allah SWT, yang diberi pendengaran tidak untuk mendengarkan firman Allah SWT, hadits Rasul, fatwa Mursyidnya karena ia ego. Ego itu muncul dalam diri yang mewujud menjadi iblis laknatullah yang akhirnya menjadikan diri sebagai binatang dimana tertutup telinganya untuk mendengarkan firman Allah SWT, hadits dan fatwa fatwa ulama warosatul anbiya, mereka seperti binatang bahkan lebih rendah lagi daripada binatang. Mereka lebih mengedepankan dirinya, egonya, akal pikirannya, tidak mengedepankan tauhidnya yang menjadi fitrah manusia itu sendiri.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
wa lillahil hamd
Jadi jelas bahwa fitrah Allah SWT ada pada pada kita dan fitrah Allah SWT itu tidak akan ada perubahan sedikitpun. Disebutkan dalam akhir ayat QS. Ar Ruum ayat 30 “Itulah agama yang lurus”. Jika tidak demikian berarti bukan agama yang lurus yang berarti agama yang lurus ialah agama tauhid yang memunculkan keikhlasan di dalam diri kita. Sedangkan ibadah dalam bentuk apapun ruhnya ikhlas. Dan ruh ibadah itu tidak akan ada pada diri orang yang tidak paham dan tidak mengamalkan ilmu tauhid. Sementara ikhlas itu adalah syarat utama ibadah seseorang diterima Allah SWT. Shalatnya, puasanya, zakatnya, hatinya diterima Allah SWT apabila ikhlas karena Allah SWT sendiri berfirman dalam QS. Al Bayyinah ayat 5 :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Allah SWT tidak menyuruh beribadah kepada kecuali mengikhlaskan agamanya. Jika tidak ikhlas maka tidak akan diterima, sementara ikhlas itu hanya ada pada orang orang yang mengamalkan ilmu tauhid. Sudah sering Kami jelaskan bahwa ikhlas itu tauhid dan cermin ikhlas itu ada pada QS. Al Ikhlas yang di dalamnya tidak ada kata satupun tentang ikhlas kecuali TAUHID.
(1
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)
(2
(3
(4
Kita disuruh menyatakan bahwa HU/DIA Allah SWT yang ahad, tempat bergantung, tidak mempunyai anak dan tidak diperanakkan, Allah SWT adalah wujud tunggal yang tidak ada seumpamanya dan tidak ada setara walau apapun jua.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
wa lillahil hamd
Akhirnya kita kembali kepada diri kita bahwa agama kita sejak nabi Adam as sampai kepada Nabi Muhammad SAW membawa risalah agama tauhid. Adapun syariatnya berbeda beda sesuai dengan zamannya. Zamannya nabi Musa tentunya Syariatnya nabi Musa dan syahadatnya pun Syahadat Nabi Musa “asyhadu an la ilaha illa-Llah wa asyhadu anna Musa Rasulullah”. Begitu juga zamannya nabi Isa ibnu Maryam syahadatnya “asyhadu an la ilaha illa-Llah wa asyhadu anna Isa Ibnu Maryam Rasulullah” bukan anak tuhan karena dia adalah Rasul, dia hamba Allah SWT, utusan Allah SWT. Itulah syahadat yang benar. Kemudian syahadat itu disempurnakan pada akhir zaman dengan syahadat “asyhadu an la ilaha illa-Llah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah” yang merupakan syahadatnya untuk umat akhir zaman sehingga harus mengikuti dan inilah agama tauhid dengan syariat islam yang dinyatakan oleh Allah SWT pada akhir diturunkannya firman Allah SWT QS. Al Maidah ayat 3 :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Ini semua telah diridhoi dan disempurnakan oleh Allah SWT yang berarti kita menganut agama islam. Orang yang menganut agama islam berarti orang yang bertauhid. Orang yang beragama islam tidak bertauhid berarti mengenal agama islam di permukaan saja dan tidak pada islam yang sesungguhnya yaitu islam indallah yang di dalamnya ada nilai nilai tauhid.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
wa lillahil hamd
Oleh karenanya mari kita jadikan diri kita sabagai orang orang yang benar benar mengamalkan dan berpegang pada fitrah Allah SWT ialah berpegang teguh pada agama tauhid dengan syariat yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Semoga kita masuk golongan orang orang yang selalu diberikan ampunan oleh Allah SWT.
Semoga kita golongan orang orang yang berlimpah berkah.
Semoga kita golongan orang orang yang selalu diberikan rahmat dari Allah SWT, keberkahan dari Allah SWT, keselamatan dari Allah SWT dari dunia hingga akhirat.
_______________