Oleh : CM. Hizboel Wathony
Ahad, 15 Juli 2018 /
2 Dzul Qa'dah 1439 Hijriyah
Anak-anakku sekalian,
Hidup ini perjuangan, hidup ini penuh ujian dan cobaan. Kita harus sadar bahwa kehidupan dunia ini penuh dengan ujian dan cobaan. Kalau kita sudah sadar bahwa dunia ini penuh dengan ujian dan cobaan maka siapapun yang hidup di dunia ini berarti siap untuk menerima ujian dan cobaan. Kalau sudah siap menerima ujian dan cobaan maka siap pula untuk bagaimana kita bisa menangani dan menerima ujian dan cobaan itu sebagai salah satu dari realita kehidupan yang ada dan yang kita jalani. Di dalam firman Allah SWT yang namanya ujian dan cobaan bukan sekedar yang buruk-buruk saja tetapi justru yang baik-baik itu juga ujian dan cobaan.
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Kami (Allah) akan menguji yang maksudnya menjadikan keburukan yang ada dan datang ke kehidupan kita, kebaikan yang datang ke kehidupan kita, semua itu fitnah yang maksudnya menjadi ujian bagi kita apakah saat menerima keburukan itu kita bisa mengikhlaskan dalam arti “menyerahkan kembali kepada Allah SWT” yang berarti tawakal kepada Allah. Hidup kita akan menjadi aman, tentram, nyaman apabila kita mampu menyikap dalam segala hal dengan tawakal. Tawwakal ‘alallah yaitu penyerahan total kepada Allah SWT. Namun memang, hanya orang-orang yang memahmi ilmu agama yang mengerti tentang tauhid yang seharusnya diketahui dan dipahami oleh semua umat Islam karena umat Islam seharusnya lebih dahulu mengetahui tauhid namun bukan sekedar aqoidul iman tauhidnya melainkan tauhid dalam ilmu dimana bisa mengikat diri kita menjadi akidah yang bisa merevousi paradigma hidup kita.
Contoh :
Saat kita menerima ujian dan cobaan dalam bentuk keburukan rasanya sulit menerima dalam bentuk akal karena dilihat dari sudut manusia, orang tua melihat kondisi anaknya, melihat tentang pekerjaannyta, melihat tentang pergaulannya rasanya tidak bisa menerima dengan menyandarkan mengapa harus terjadi atas peristiwa yang tidak diinginkan sehingga terjadi depresi. Memang manusiawi sekali apabila kita menerima ujian dan cobaan lalu kaget. Namun bukan berarti di dramatisir. Bagi orang orang yang beragama dan berilmu akan mengembalikan kepada Allah (tawakal). Contoh, melihat anak tersandung, jatuh dari motor, atau ada yang memfitnah, kita bisa mengembalikan kepada Allah SWT karena yang paling baik ialah “hanya kepada Kami-lah semua dikembalikan”. Mengembalikan kepada Allah SWT itu tidak sesederhana yang kita bayangkan, tanpa memahami ilimu tauhid dan hakekat yang sebenarnya tidak akan bisa orang mengembalikan semua kepada Allah SWT. Sulit. Padahal Allah SWT menyatakan :
قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ
Semuanya hakekatnya dari Allah jadi saat ada ujian dan cobaan datang ke dalam diri kita berucap “Ya Allah, Engkau datangkan ujian dan cobaan dari-Mu, aku serahkan dan kembalikam kepada Engkau” ini salah satu cara orang yang bertawakal. Ada lagi orang yang bertawakal karena ingin mendapatkan cinta kasih Allah seperti orang yang muttawasith yaitu mengembalikan kepada Allah SWT atas dasar cinta dan kasih sayang dengan berpandangan bahwa semua yang datang ke dalam diri kita itu pasti baik dari Allah SWT karena pasti Allah SWT memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya hanya hamba-Nya saja yang menganalisa dengan nafsunya karena keinginan nafusnya sehingga sesuatu itu tidak baik menurut nafsunya, tidak menurut Allah SWT. Kalau orang tawakalnya benar sesuai dengan tauhid mengembalikan total kepada Allah SWT apapun yang ditentukan oleh Allah SWT itu pasti baik untuk kita entah dalam bentuk keburukan apa saja yang di datangkan ke dalam diri kita pasti ada kebaikan di dalamnya.
Anak-anakku semuanya,
Tetaplah kita bertawakal kepada Allah SWT niscaya kita akan dicintai oleh Allah SWT karena Allah SWT sendiri mengatakan :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ